07 Aug 2011
Ada berbagai cara instalasi Redmine, diantaranya:
-
Dijalankan langsung dari command prompt dengan Webrick
-
Dijalankan menggunakan Mongrel dan FastCGI
-
Dijalankan menggunakan Ruby Enterprise Edition dan Passenger
-
Dibuat menjadi war dan dideploy ke application server Java seperti Tomcat, Glassfish, dsb
Pada artikel ini, kita akan mencoba cara terakhir, yaitu menggunakan Tomcat untuk menghosting Redmine.
Ini saya lakukan supaya semua tools manajemen proyek ArtiVisi bisa disatukan di satu Tomcat, sehingga memudahkan kegiatan maintenance.
Sebelum Redmine, Tomcat ArtiVisi juga menghosting :
Dan nantinya, kalau sudah ada waktu dan kesempatan, juga akan menghosting Gerrit
Mari kita mulai.
Instalasi JRuby
Pertama, kita Download JRuby. Setelah itu, extract di folder yang diinginkan (contohnya /opt)
cd /opt
tar xzf ~/Downloads/jruby-bin-1.6.3.tar.gz
chown -R endy.endy /opt/jruby-1.6.3
ln -s jruby-1.6.3 jruby
Daftarkan jruby ke variabel PATH, supaya bisa diakses langsung dari command line.
Tulis baris berikut ini di dalam file ~/.bashrc
export JRUBY_HOME=/opt/jruby
export PATH=$PATH:$JRUBY_HOME/bin
Terakhir, test instalasi JRuby
jruby -v
jruby 1.6.3 (ruby-1.8.7-p330) (2011-07-07 965162f) (Java HotSpot(TM) Client VM 1.6.0_26) [linux-i386-java]
Instalasi Paket Gem
Redmine membutuhkan beberapa library Ruby yang dipaket dalam format gem, yaitu :
-
rack versi 1.1.1 : ini adalah library untuk web server
-
rails versi 2.3.11 (dibutuhkan karena kita akan menginstal Redmine dari Subversion, bukan dari distribusi)
-
jruby-openssl : supaya bisa melayani https
-
activerecord-jdbcmysql-adapter : library untuk koneksi database
-
warbler : packager supaya Redmine bisa dibuat jadi war dan dideploy ke Tomcat
Mari kita install
gem install rack -v=1.1.1
gem install rails -v=2.3.11
gem install jruby-openssl activerecord-jdbcmysql-adapter warbler
Semua paket sudah lengkap, mari kita lanjutkan ke langkah berikut.
Mengambil Redmine dari Subversion Repository
Sebetulnya ada dua pilihan untuk mendapatkan Redmine, download versi rilis atau checkout langsung dari Subversion.
Saya lebih suka checkout langsung supaya nanti lebih gampang upgrade manakala rilis baru sudah terbit.
cd ~/Downloads
svn co http://redmine.rubyforge.org/svn/branches/1.2-stable redmine-1.2
Tunggu sejenak sampai proses checkout selesai. Setelah selesai, kita bisa langsung ke langkah selanjutnya.
Konfigurasi Database
Masuk ke folder Redmine, lalu copy file config/database.yml.example ke database.yml, kemudian edit.
Saya menggunakan konfigurasi development sebagai berikut :
development:
adapter: jdbcmysql
database: redmine
host: localhost
username: redmine
password: redmine
encoding: utf8
Tentunya kita harus sediakan database dengan konfigurasi tersebut di MySQL. Login ke MySQL, kemudian buatlah database dan usernya.
mysql -u root -p
create database redmine character set utf8;
create user 'redmine'@'localhost' identified by 'redmine';
grant all privileges on redmine.* to 'redmine'@'localhost';
Setelah databasenya selesai dibuat, selanjutnya kita akan melakukan inisialisasi.
Inisialisasi Redmine
Pertama, kita inisialisasi dulu session store. Ini digunakan untuk menyimpan cookie dan session variabel.
cd ~/Downloads/redmine-1.2
rake generate_session_store
Setelah itu, inisialisasi skema database.
RAILS_ENV=development rake db:migrate
Isi data awal.
RAILS_ENV=development rake redmine:load_default_data
Setelah terisi, selanjutnya kita bisa test jalankan Redmine.
jruby script/server webrick -e development
Hasilnya bisa kita browse di http://localhost:3000
Kemudian kita bisa login dengan username admin dan password admin.
Konfigurasi Email
Issue tracker yang baik harus bisa mengirim email, supaya dia bisa memberikan notifikasi pada saat ada issue baru ataupun perubahan terhadap issue yang ada.
Redmine versi 1.2 membutuhkan file konfigurasi yang bernama configuration.yml, berada di folder config. Berikut isi file configuration.yml untuk mengirim email ke Gmail.
# = Outgoing email settings
development:
email_delivery:
delivery_method: :smtp
smtp_settings:
tls: true
address: "smtp.gmail.com"
port: 587
authentication: :plain
user_name: "nama.kita@gmail.com"
password: "passwordgmailkita"
Selain itu, kita juga harus menginstal plugin action_mailer_optional_tls, seperti dijelaskan di sini.
jruby script/plugin install
git://github.com/collectiveidea/action_mailer_optional_tls.git
Coba restart Redmine, sesuaikan alamat email kita dengan cara klik link My Account di pojok kanan atas.
Di dalamnya ada informasi tentang email. Ganti dengan alamat email kita.
Kemudian pergi ke menu Administration > Settings > Email Notifications,
kemudian klik link Send a test email di pojok kanan bawah.
Tidak lama kemudian, seharusnya test email dari Redmine sudah masuk di mailbox kita.
Dengan demikian, Redmine sudah berhasil kita instal dan konfigurasi dengan baik.
Selanjutnya, kita akan paketkan supaya bisa dideploy di Tomcat.
Generate WAR
Pertama, kita harus inisialisasi dulu konfigurasi warble.
Dia akan menghasilkan file config/warble.rb. Mari kita edit sehingga menjadi seperti ini.
Warbler::Config.new do |config|
config.dirs = %w(app config lib log vendor tmp extra files lang)
config.gems += ["activerecord-jdbcmysql-adapter", "jruby-openssl", "i18n", "rack"]
config.webxml.rails.env = ENV['RAILS_ENV'] || 'development'
end
Selanjutnya, kita tinggal menjalankan perintah warble untuk menghasilkan file war.
warble
warning: application directory `lang' does not exist or is not a directory; skipping
rm -f redmine-1.2.war
Creating redmine-1.2.war
File war yang dihasilkan tinggal kita deploy ke Tomcat
cp redmine-1.2.war /opt/apache-tomcat-7.0.12/webapps/redmine.war
Jalankan Tomcat, dan Redmine bisa diakses di http://localhost:8080/redmine
07 Jul 2011
Beberapa minggu terakhir ini, saya mencari-cari cara terbaik untuk melakukan development dengan ExtJS.
Tentunya fitur utama yang kita inginkan adalah autocomplete,
sehingga tidak perlu bolak-balik membaca dokumentasi di websitenya.
Setelah berhari-hari mencari, akhirnya saya menemukan Spket IDE.
Di websitenya dinyatakan bahwa Spket sudah mendukung ExtJS versi 4, membuat saya tertarik untuk mencobanya.
Sayangnya, petunjuk instalasi sulit didapat, sehingga harus trial-and-error.
Di artikel ini, kita akan membahas petunjuk instalasi Spket IDE di Eclipse Indigo.

Masukkan Update Site Spket IDE
Tambahkan Update Site yang baru

Update sitenya adalah http://www.spket.com/update/

Opsi Instalasi Spket

Klik Next



Ada warning, klik saja Yes.
Download Support ExtJS 4
Agar bisa mengenali ExtJS 4, kita harus mengunduh update terbaru dari forumnya.
Entah apa alasannya, tiap ada update baru, versi jarnya tidak dinaikkan dan update sitenya tidak diperbarui.
Ini menyebabkan kita harus mengunduh file dari forum.
Ada dua file yang harus diunduh, yaitu jar

dan jsb
Hasilnya, kita akan memiliki dua file.

Patch Eclipse
File jar akan kita pasang di folder plugins di tempat Eclipse terinstal.

Ini akan menimpa file dengan nama sama.

Patch ExtJS
Sedangkan file jsb akan kita pasang di folder ExtJS 4.

Edit jsb
Sayangnya, file jsb ini juga masih ada bugnya. Dia salah menyebutkan nama file dalam folder pkgs.
Kita harus edit, ganti all.js
menjadi classes.js
.

Konfigurasi Spket
Selanjutnya, kita masuk ke menu preferences untuk melakukan konfigurasi.
Masuk ke menu Spket - Javascript Profile
Tambah Profile baru, beri nama ExtJS
Di profile yang baru saja ditambahkan, Add Library dan pilih ExtJS
Setelah itu, Add File jsb yang sudah kita edit tadi.
Lalu, set profile ExtJS menjadi default
Kemudian, pergi ke menu General - Editors - File Associations. Pilih file js, dan jadikan Spket sebagai editornya.
Klik Ok, restart Eclipse.

Code Completion
Sekarang kita bisa melakukan code completion pada saat memberi titik di depan object.
Atau juga pada saat mengetik di dalam tanda kurung.

Demikianlah cara instalasi Spket IDE di Eclipse.
28 Jun 2011
Jaman sekarang sudah semakin maju. Fakir bandwidth semakin sedikit. Oleh karena itu, media komunikasi juga berubah, yang tadinya berbasis teks (hemat bandwidth) menjadi multimedia (rakus bandwidth).
Demi mengikuti perkembangan jaman, saya mengeksplorasi pembuatan tutorial dalam bentuk screencast. Ternyata hasilnya memuaskan. Dengan beberapa menit merekam screencast, informasi yang disampaikan sama dengan beberapa jam mengetik blog entry.
Artikel ini saya tulis untuk mendokumentasikan langkah-langkah membuat screencast, mulai dari merekam screencast, sampai mempublikasikannya di blog.
Merekam video
Di Ubuntu ada dua aplikasi yang saya coba, yaitu Xvidcap dan Record My Desktop. Dua-duanya sama fungsinya dan tidak ada perbedaan yang signifikan. Setelah mencoba keduanya, pendapat saya adalah Record My Desktop lebih mudah digunakan. Jadi, inilah aplikasi yang saya pilih.
Perlu diperhatikan kemampuan prosesor komputer Anda. Ini kaitannya dengan setting frame per second (fps). Bila fps melebihi kemampuan prosesor, video yang kita rekam akan terlihat lebih cepat dari sebenarnya. Di laptop saya, setting 15 fps akan menghasilkan video yang kira-kira 2x lebih cepat. Setelah trial and error, saya temukan bahwa 9 fps adalah setting yang tepat.
Perbedaan yang utama di antara kedua aplikasi ini adalah format outputnya. Record My Desktop mengeluarkan format ogv sedangkan Xvidcap mengeluarkan format mpeg. Perbedaan format ini nantinya akan mempengaruhi langkah pemrosesan selanjutnya.
Merekam suara
Biasanya, saya merekam suara dalam proses yang terpisah, supaya tidak banyak ehm dan eee. Rekaman dibuat sambil menonton screencast yang sudah kita rekam. Setelah rekaman suara dibuat, bisa diedit dengan menggunakan aplikasi Audacity untuk menghilangkan noise, memotong bagian yang tidak penting, dan sebagainya.
Menggabungkan video dan audio
Selanjutnya, kita menggunakan aplikasi Avidemux untuk menggabungkan file audio dan file video menjadi satu file. Dengan aplikasi ini kita juga bisa mengedit video untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak perlu ataupun menyambung beberapa video menjadi satu.
Ada berbagai format video yang tersedia. Masing-masing format memiliki dukungan browser yang berbeda-beda. Daftar lengkapnya bisa dilihat di sini
Pada intinya, supaya bisa dilihat di berbagai browser, kita harus menyediakan file dengan format ogv, mp4, dan webm. Kita juga harus menyertakan poster dalam format jpg atau png supaya bisa ditampilkan dengan benar di browser.
Ada beberapa script yang bisa digunakan, misalnya ini atau ini
Atau, kita juga bisa menjalankan commandnya satu persatu di command line. Berikut adalah command yang saya jalankan :
Konversi dari ogv menjadi mp4
ffmpeg -vcodec libx264 -vpre lossless_medium -i file-input.ogv file-output.mp4
Konversi dari ogv menjadi webm
ffmpeg -pass 1 -passlogfile file-input.ogv -threads 16 -keyint_min 0 -g 250 -skip_threshold 0 -qmin 1 -qmax 51 -i file-input.ogv -vcodec libvpx -b 614400 -s 640x480 -aspect 4:3 -an -y tmp.webm
rm tmp.webm
ffmpeg -pass 2 -passlogfile file-input.ogv -threads 16 -keyint_min 0 -g 250 -skip_threshold 0 -qmin 1 -qmax 51 -i file-input.ogv -vcodec libvpx -b 614400 -s 640x480 -aspect 4:3 -an -y file-output.webm
Command di atas mungkin berbeda bila file asli kita formatnya adalah mpeg seperti yang dihasilkan oleh XVidcap.
Membuat poster
ffmpeg -r 1 -t 1 -vframes 1 -i input-file.mp4 output-file.png
Upload
Setelah semua file(ogv,mp4,png) terkumpul di satu folder, kita upload menggunakan rsync
rsync -avz /path/to/video/folder user@example.com:/home/user/public_html/videos
Tampilkan di blog
Terakhir, kita ingin menayangkan video tersebut di blog kita. Karena saya menggunakan wordpress, saya pasang plugin External Video for Everybody. Plugin ini menampilkan video player di browser kita, supaya orang lain bisa langsung klik tombol play. Di belakang layar, plugin ini mendeteksi apakah browser kita mendukung HTML 5 atau tidak. Kalau iya, maka video akan ditampilkan dengan tag khusus <video>. Bila tidak, maka flash player akan digunakan. Flash player ini tidak disediakan oleh plugin ini. Kita perlu memilih dan mendownload sendiri dari sekian banyak flash player yang tersedia, contohnya JW Player
Sebagai penutup, bisa melihat tutorial ini yang saya gunakan sebagai titik awal eksplorasi saya.
21 Jun 2011
Hari Senin kemarin, ArtiVisi mengadakan internal training mengenai ExtJS yang diikuti oleh programmer ArtiVisi dan sister company. Berikut adalah materi trainingnya.
Cara setup project ExtJS
TODO : fix video
Memahami Layout
TODO : fix video
TODO : fix video
Membuat User Management Screen
TODO : fix video
TODO : fix video
Masih ada beberapa materi lanjutan yang belum sempat disampaikan, yaitu:
Kode program yang digunakan pada training ini dapat diikuti di Github page saya
11 May 2011
Saya ingin membuat aplikasi akunting, berapa lama dan berapa biayanya?
Demikian pertanyaan yang amat sering kita temui di profesi software developer.
Topik estimasi proyek merupakan topik yang sulit. Steve McConnell menyebutnya Black Art,
sehingga dia mengarang buku yang sangat bagus tentang topik ini,
judulnya Software Estimation, Demystifying the Black Art.
Menurut Steve, dalam membuat estimasi, ada 3 metode yang dilakukan, yaitu
Kita harus selalu berusaha count, karena ini yang paling akurat.
Kalo ditanya berapa tinggi pohon, paling baik adalah ambil meteran dan ukur pohonnya.
Dimana kita tidak bisa count, maka kita compute.
Contohnya, di sebelah pohon ada pagar dan di atas pagar ada tiang lampu.
Kita compute jumlah tinggi pagar dan tinggi tiang lampu, sehingga dapat tinggi pohon.
Hanya kalau tidak ada cara lain, baru kita judge.
Dikira2 tingginya berapa.
Dalam kaitannya dalam estimasi, idealnya yang kita estimasi hanyalah project size.
Metric lainnya akan kita compute dari project size ini.
Apa itu project size?
Project size merupakan ukuran suatu project.
Dengan project size, kita bisa membandingkan dua aplikasi yang berbeda,
misalnya aplikasi akunting dan aplikasi toko online.
Ada banyak metric untuk mengukur ukuran project. Metric yang paling lazim digunakan
adalah jumlah baris kode program, dalam bahasa Inggris disebut Source Lines of Code (SLOC)
atau Non Commenting Source Code (NCSS).
Walaupun SLOC sangat akurat dalam menentukan ukuran project, tapi jumlah baris kode sulit diperkirakan di awal project.
Oleh karena itu, beberapa orang kreatif lalu mengarang metode baru yang disebut Function Point Calculation.
Metode ini pada intinya adalah menghitung berapa screen input, screen output, jumlah tabel database, dan interaksinya dengan aplikasi lain.
Setelah kita mendapatkan estimasi ukuran project, kita akan menggunakannya untuk mengestimasi effort, durasi, dan cost.
Sebelum lebih jauh, mari kita jelaskan istilah-istilahnya.
Effort, adalah kerja real yang kita lakukan dalam menyelesaikan project. Satuannya adalah mandays atau manhour.
Misalnya suatu aplikasi diestimasi membutuhkan effort 10 mandays. Artinya aplikasi ini akan selesai bila dikerjakan 1 orang selama 10 hari terus menerus.
Atau 5 hari bila ada 2 pekerja. Effort tidak mempertimbangkan libur ataupun cuti.
Durasi (bahasa Inggrisnya schedule), adalah jangka waktu penyelesaian project. Ini biasanya dinyatakan dalam satuan hari kerja atau hari kalender.
Bila durasi project dinyatakan 10 hari kalender, maka bila dimulai tanggal 1, akan selesai tanggal 10.
Jadi, untuk mendapatkan durasi, kita harus punya asumsi berikut :
-
berapa orang yang dipekerjakan
-
berapa hari libur
-
berapa alokasi waktu non-pekerjaan seperti meeting, presentasi, dsb
Asumsi tersebut, digabungkan dengan estimasi effort, akan menghasilkan estimasi durasi.
Setelah durasi didapatkan, menghitung estimasi cost mudah saja. Kita membutuhkan matriks gaji per role.
Berapa gaji project manager, gaji programmer, dan role lain dalam setahun, termasuk THR, tunjangan kesehatan, benefit lain dan bonus.
Bagilah dengan hari kerja setahun sehingga didapatkan nilai gaji sehari.
Kemudian petakan penggunaan masing-masing role dalam schedule yang sudah kita estimasi, dan kita akan mendapat biaya personel.
Tambahkan dengan biaya lain-lain seperti transport, komunikasi, dsb untuk mendapatkan biaya total.
Masukkan juga faktor resiko project, misalnya kalau clientnya terkenal sulit ditagih, tentu perlu ada koefisien pengali.
Karena tagihan macet sama dengan kita memberi hutang ke client.
Nah, akhirnya biaya total sudah didapatkan, silahkan tambahkan profit yang diinginkan, buffer negosiasi, dan voila, dapatlah harga penawaran.
Selesai? Belum dong :D
Pembaca yang teliti tentu akan menemukan satu celah di penjelasan di atas. Bagaimana mengkonversi estimasi project size menjadi estimasi effort?
Nah disinilah bedanya perusahaan besar kaya pengalaman dengan startup mahasiswa baru lulus. Perusahaan dengan jam terbang tinggi biasanya punya data historis.
Dia punya data misalnya berapa mandays yang dibutuhkan programmer untuk membuat aplikasi dengan 3 tabel database.
Tentunya data ini harus dikumpulkan, diolah, dan diupdate agar bisa dijadikan pedoman. Ini sebabnya tidak semua perusahaan besar punya data ini.
Dengan bermodalkan data ini, perusahaan tinggal mengkonversi project size menjadi effort.
Setidaknya ada dua jenis data yang kita butuhkan, yaitu berapa effort yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu baris kode, dan bagaimana distribusi effort selama fase project. Maksudnya, bila project kita diestimasi 100 mandays, berapa mandays habis di analisa, coding, testing, implementasi, dan maintenance.
Selain itu, juga perlu ada matriks distribusi effort per role. Dengan adanya matriks ini, kita akan lebih mudah menkonversi effort menjadi durasi dan cost.
Startup mahasiswa, karena tidak punya data, maka cuma bisa tebak-tebak buah manggis. Atau kalo mau sedikit ilmiah, bisa mengikuti cara kami di ArtiVisi waktu baru mulai dulu. Kita membuat aplikasi kecil, kemudian datanya dikumpulkan dan dijadikan pedoman.
Jadi, kesimpulannya, begini metode estimasinya.
Kebutuhan Data
-
Tabel konversi size ke mandays
-
Tabel gaji pegawai per role per hari
-
Tabel distribusi effort per fase
-
Tabel distribusi effort per role
Flow Estimasi
-
Estimasi Size
-
Dari size, gunakan tabel #1 untuk mendapatkan effort
-
Dari effort, gunakan tabel #3 untuk mendapatkan durasi
-
Dari effort, gunakan tabel #4 untuk mendapatkan effort per personel
-
Dari effort per personel, gunakan tabel #2 untuk menghitung biaya personel
-
Gunakan durasi untuk menghitung biaya lain-lain
Demikian metodologi untuk melakukan estimasi project software. Membuat estimasi saja tidak cukup, kita juga harus bisa mempresentasikan dan mempertahankannya dari negosiasi pihak lain. Ini akan dibahas di lain kesempatan.